Asal Mula Nama PKL Pedagang Kaki Lima


Asal Mula Nama PKL "Pedagang Kaki Lima" - Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.

Istilah “kaki lima” sudah lama dikenal di Indonesia. Istilah ini berasal dari zaman antara tahun 1811 sampai 1816, saat Napoleon menguasai benua Eropa, dan daerah-daerah Koloni Belanda di Asia berada di bawah kekasaan administrasi Inggris. Saat itu Gubernur Jenderal di Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles menginstrusikan sistem lalu lintas di sebelah kiri di jalan-jalan raya sekaligus mengeluarkan aturan bahwa di tepi-tepi jalan harus dibuat trotoar untuk pejalan kaki yang tingginya harus 31 CM dan lebarnya sekitar 150 CM atau “five feet”. Dari perkataan “five feet” inilah mengapa para pedagang yang menjalankan usaha di atas trotoar mendapat julukan “Kaki Lima”.

Quote: Mungkin kalau mau dilihat sebagai suatu keunikan, perbedaan antara kota Jakarta dan kota besar lain di Indonesia adalah banyaknya jumlah pedagang kaki lima. Coba saja lihat, hampir tidak ada ruang terbuka yang tidak digunakan oleh pedagang kaki lima (kecuali daerah hijau tertentu). Mulai dari sekitar perumahan, perkantoran dan bahkan sekitar pusat perbelanjaan, kaki lima menjamur dimana-mana.

Di kawasan perumahan, mulai loper koran, pedagang makanan ringan sampai pedagang CD (bajakan pastinya) menyerbu setiap tempat. Ada suatu kawasan perkantoran di Jakarta yang bahkan pernah dibuat suatu lahan khusus pedagang kaki lima karena jumlahnya yang begitu banyak, contohnya lahan dibelakang Kantor Pusat Bank Mandiri. Belum lagi terhitung pedagang makanan yang hampir pasti juga menyemut di sekitar perkantoran yang ada di Jakarta.

Namun ada lagi hal yang lebih unik (setidaknya menurut saya). Kaki lima juga menjamur didaerah pusat perbelanjaan. Pedagang kaki lima bertarung langsung dengan pedagang pertokoan. Contohnya di pusat perbelanjaan Blok M dan sekitarnya. Nampaknya jumlah kaki lima di Blok M makin hari malah makin bertambah. Beberapa diantaranya malah dibuatkan kios-kios permanen oleh pengelola kawasan setempat.

Pedagang Kaki Lima dibenci dan dicari :

Bila kita mau menelaah asal muasal kemunculan pedagang kaki lima yang menjamur, sebenarnya mereka muncul dari hukum permintaan dan penawaran. Kaki lima tidak akan ada bila masyarakat juga tidak mencari dan memenuhi kebutuhannya melalui pedagang kaki lima. Artinya permintaan konsumen/masyarakat selalu ada akan barang-barang kaki lima.

Keunggulan pedagang kaki lima dibanding toko atau pusat perbelanjaan adalah :

1.Tempat berjualan yang strategis. Ini mungkin salah satu keunikan pedagang kaki lima yang selalu bisa mencari tempat strategis bagi mereka berjualan.
2.Harga yang murah. Tawar menawar bukan barang tabu disini. Bahkan bila sudah paham trik menawarnya, harga bisa dibanting hingga setengahnya.
3Aneka barang bisa ditemui. Mulai dari baju dewasa, baju anak-anak, hingga elektronik bisa ditemui di pedagang kaki lima.

Sisi negatif dari pedagang kaki lima :

1.Bila sudah terlalu ramai pedagang kaki lima disuatu tempat, maka macet tidak akan terhindarkan.
2.Efek negatif yang mengimbas ke lingkungan sekitar adalah munculnya potensi premanisme. Mulai dari pemalakan para pedagang oleh preman, sampai rebutan lahan parkir sekitar oleh para preman yang merasa menguasai daerah tersebut. Imbasnya tidak jarang terjadi bentrok. Contoh paling nyata adalah kawasan Tanah Abang.
3.Bila berdekatan dengan perumahan, perubahan lingkungan sekitar menjadi kawasan pedagang kaki lima, seyogyanya harus lebih dicermati oleh para orang tua untuk tumbuh kembang anak yang lebih sehat

[ source ]

Post a Comment